Sebab Kesabaran Tak Hanya Teori



Mudah memang berbicara tentang sabar, namun kala ia benar-benar diperlukan kehadirannya, justru lebih sering kalah oleh emosi sebagai hasil reaksi kita atas aksi dari tindakan orang di sekitar kita. Demikianlah, kadang prasangkaan atau mungkin kesalahan memaknai rasa yang tak jarang membuat kita salah mengambil sikap. Akan ada banyak alasan yang bisa kita kemukakan, lantaran 'salah ambil sikap' yang dikuasai emosi, tapi justru jika dibiarkan berlarut-larut ia bisa berbuntut pada permasalahan panjang. Tak kunjung usai.

Pada akhirnya refleksi diri adalah hal terbaik, berkaca lagi, introspeksi diri. Sebab akan selalu ada seribu macam alasan yang mampu membenarkan sikap buruk kita. Tapi itu semua mampu dikalahkan oleh kepekaan hati. Bahwa jalan terbaik adalah mengusahakan damai pada diri, damai pada orang-orang di sekitar kita. Ya, tak perlu menyalahkah sana-sini lantas mencari pembenaran atas sikap kita. 




Permintaan maaf kita terhadap orang-orang yang mungkin kita sakiti akan membukakan kesadaran kita, tentang hakikat manusia yang penuh kealpaan. Namun dianugerahi Allah sikap saling maaf-memaafkan. Lalu saling menertawakan diri. Bahwa sungguh kita telah dewasa. Karenanya jangan kalah oleh sikap anak-anak yang sungguh mudah dan mampu bermaafan. Jika ada kesalahan, bermaafan lalu main bersama lagi. Tak ada tempat singgah untuk dendam. Biarkan ia hanya dalam bentuk lintasan hati yang segera kita enyahkan. Ya, sebab bukan disini tempatnya tinggal.

Jika sudah demikian, maka jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama. Kuatkan tekad, lalu mohon kekuatan kepada Yang Maha Kuat, mohon sikap lembut kepada Yang Maha Lembut. Sebab tiada daya dan upaya melainkan karena pertolongan Allah.

----




Sebuah refleksi diri, sebab sabar tak hanya teori. Tekad, kemauan dan praktikan. Tekad kita butuh suatu pengingat abadi, dan tulisan bisa menjadi sarana terbaik. Mengapa perlu ditulis? Sebab dengan tulisan, ia menegaskan kemauan kita, ia yang juga mengingatkan kita atas janji-janji kita pada diri. Janji untuk tidak melakukan kesalahan ini, atau untuk selalu mengusahakan tindakan itu. 

Ya, akhir-akhir ini seringkali tak bisa mengaplikasikan sabar dengan sebaik-baiknya. Padahal ini pernah menjadi tema dalam tulisan saya di salah satu media. Izinkan saya menuliskannya kembali sebagai pengingat dan penguat tekad.

---


Indonesia sebagai sebuah negara yang masyarakatnya heterogen, rasanya tak asing dengan berbagai perbedaaan yang akhirnya berujung pada kerusuhan. Sebut saja beberapa kasus yang akhir-akhir ini cukup banyak mengisi wajah surat kabar dan media elektronik kita. Kekerasan kini menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat kita dalam menyelesaikan berbagai masalah. Cukuplah berbagai kejadian tersebut menghentakkan kesadaran kita arti pentingnya pengelolaan diri melalui sabar. Tak perlu jauh-jauh mencari sebab yang berada jauh di luar kita, lalu lupa menyoroti diri lebih dalam. Sebab tak jarang dari hal yang paling dekat dan sederhanalah segala hal bermula.


“Bersabarlah dalam segala hal, namun yang terpenting adalah bersabar terhadap diri anda sendiri. Jangan sampai keberanian anda hilang karena anda menyadari ketidaksempurnaan anda, sebaliknya berpikirlah untuk memperbaikinya – setiap hari mulailah dengan hal baru.”
- St. Francis de Sales –






Fenomena yang terjadi saat ini sungguh tak lepas dari kurangnya kesabaran menghiasi hari-
hari kita. Bahkan setiap fase dalam hidup kita menuntut kesabaran. Kesabaran bukan hanya masalah  tahan menghadapi cobaan. Orang-orang besar dalam sejarah mebuktikan, bahwa kesabaran mereka jadikan tunggangan layaknya kendaraan yang mampu meghantarkan mereka menuju satu tujuan tertentu bernama kesuksesan. Sebut saja Sir Issac Newton, Thomas Alfa Eddisson, Abu Qosim Az-Zahrawi, dan Ibn al-Haitham, mereka melalui penemuan besarnya berhasil memberikan sumbangsih luar biasa dalam teknologi modern yang kesemuanya dicapai melalui manajemen diri bernama kesabaran.


“Jika saya berhasil membuat sebuah penemuan yang berharga, hal tersebut lebih merupakan hasil kesabaran saya dibandingkan dengan keahlian lain yang saya miliki.”
- Sir Isaac Newton –


Jika demikian, sungguh sabar menjadi begitu luas maknanya. Ia jelas bukan sekedar kepasrahan hati menerima keadaan dalam tiap episode hidup kita. Ia bahkan mampu menjadi sebuah kekuatan besar yang bukan hanya menjadi pilihan hidup, tapi layaknya nutrisi penting yang tak boleh tak ada. Keberadaanya menjadi sebuah keniscayaan. Karenanya, bolehlah kiranya kita membagi kesabaran dalam empat kategori: pertama, sabar dalam menghadapi musibah, kedua, sabar untuk tidak melakukan hal yang buruk di mata Tuhan maupun sesama manusia, ketiga sabar dalam menaati aturan hidup bermasyarakat dan beragama, dan terakhir sabar dalam usaha mencapai kesuksesan hidup yang mulia.


Sabar terhadap musibah yang menimpa adalah jenis kesabaran yang rasanya telah kita ketahui maknanya. Bahwa mengais hikmah dalam segala hal yang hadir adalah salah satu upaya yang mampu mewujudkan jenis kesabaran yang satu ini. Dan syukur adalah sisi mata uang lainnya yang bersisihan dengan kesabaran dalam menerima musibah, sehingga musibah menjadi lebih mudah diterima dan mampu membuat kaki tetap berpijak yakin. Kesabaran model kedua dan ketiga layaknya pagar dalam melindungi rumah, ia yang menjaga agar fase besar bernama kehidupan dapat berjalan secara berkesinambungan, harmonis dan nyaman. Karena tiap pribadi memiliki kepentingan yang tak selayaknya saling berbenturan dan berakhir dengan kekerasan. Terakhir, kesabaran yang mengiringi kegigihan dan tekad kuat kita, agar hidup tak hanya sekedar ini. Ada tujuan mulia yang hendak dicapai. Dan masing-masing kita punya nilai sendiri yang dijadikan patokan standar, tentang apa itu sukses dan bagaimana menjadi pribadi mulia.


Pengertian sabar yang lebih komprehensif membawa kita pada satu pemahaman baru. Bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, baik dalam lingkup kecil yang bersifat personal maupun lingkup yang lebih besar bernama masyarakat, tak salah rasanya bila kita kembali menengok lebih dalam, sudahkah manajemen bernama kesabaran itu kita hadirkan?


”Kesabaran tidak dapat diperoleh dalam waktu semalam. Membangun kesabaran sama halnya dengan membangun otot. Setiap hari anda harus mengusahakannya.”
- Eknath Easwaran -




3 comments:

  1. Wong sabar iku dhuwur rekasane, eh luhur wekasane :D

    ReplyDelete
  2. iya mba.. sabar..sabar mungkin juga sebenarnya adalah refleksi dari syukur. Syukur, karena apa yang terjadi adalah yang lebih baik untuk kita, meski awalnya terasa tidak menyenangkan. Dan syukur, karena yang terjadi adalah sarana untuk seseorang naik tingkat... :')

    mba farida..

    ReplyDelete
  3. Sabar kak...


    kunjungan perdana, salam kenal yak ^^

    ReplyDelete