Wangi Jejakmu

Hari itu sekolah diliput salah satu media Islam. Majalah Sabili namanya. Pasalnya, sekolah dasar negeri itu bak sekolah muslim. Para pelajar putrinya ramai mengenakan kerudung.

Pada masa itu, sekolah negeri di Jakarta belum menerapkan aturan pakaian Muslim pada hari Jumat. Kerudungpun belum marak digunakan seperti sekarang. Otomatis, fenomena ini jadi barang langka.

Kepada Sabili, para pelajar putri menceritakan bagaimana guru agama mereka, berulang kali menyisipkan nilai tentang kewajiban berhijab. Upaya sang guru rupaya mampu menggerakan para siswinya untuk mengenakan hijab. Bukan hanya satu-dua, melainkan hampir seluruhnya.

Saat Sabili mengambil gambar suasana sekolah, tampak beberapa siswi tak berkerudung menunduk malu. Bukan karena mereka tidak mau berhijab. Hari itu, mereka terpaksa melepas hijabnya. Sebab, kain kerudung satu-satunya yang mereka miliki sedang dicuci. Cuci kering pakai.

Setelah majalah diterbitkan, sekolah kebanjiran bantuan. Mulai dari kerudung, hingga berupa uang tunai. Sebagai apresiasi, profil sang guru dimuat besar-besar pada halaman majalah, .

Berbicara tentang sang guru, ada banyak kisah yang bisa saya bagikan tentangnya. Setiap kali jadwal mengajar, misalnya, sang guru telah menyusun rencana ajar jauh-jauh hari. Jika disibukkan urusan domestik dan kuliah, tidak jarang sang guru perlu lembur untuk mempersiapkan bahan ajar esok hari.


Meski lelah, paginya sang guru datang dengan berseri-seri. Agama Islam menjadi mata pelajaran yang diembankan kepadanya. Jangan ditanya respons murid-murid tentangnya. Tiap kali tiba giliran sang guru mengajar, anak-anak girang bukan kepalang.

Penghasilan sang guru tidak seberapa. Tanggungan anaknya saja ada lima. Akan tetapi, jangan ditanya bila ada murid yang kesusahan. Mata jelinya pandai menangkap kegelisahan. Sang murid akan diberi beberapa receh uang tunai agar bisa jajan. Hal itu dilakukan bukan sekali dua.

Sang guru tidak risih saat anak-anak muridnya bergelayut manja. Begitupun yang ramai curhat perkara-perkara sepele. Pernah suatu kali terjadi kasus pencurian di kalangan siswa. Maka, sang murid yang berulah hanya mau mengaku pada sang guru, bukan dengan yang lain. Tertunduk menangis menceritakan kondisinya.

Tidak mengherankan, saat ada acara pemilihan guru favorit, sang guru keluar sebagai pemenangnya. Setiap tahun namanya selalu muncul sebagai juara. Sampai-sampai pada pemilihan berikutnya nama sang guru terpaksa ditahan. Demi memberi kesempatan bagi para guru lainnya.

Di kalangan guru, beliau juga populer. Saat ada kelebihan rejeki, meski tidak seberapa, para rekan guru lainn akan kebagian berkahnya. Apalagi terhadap rekan pengajar honorer yang memiliki gaji tidak seberapa. Beliau akan jadi yang paling pertama menyisihkan kelebihan rejekinya untuk mereka.

Sayangnya, sang guru kini telah tiada. Namun, catatan kenangan yang beliau berikan begitu berharga. Barangkali benar, bahwa Allah mengambil orang-orang baik dengan begitu cepat.

Selamat jalan, wahai ibu guru. Semoga segala kebaikanmu berbuah amal jariah yang tidak pernah henti hingga akhir zaman. Semoga Allah berkenan menempatkan engkau pada tempat terbaik di sisi Nya.

Selamat jalan wahai ibuku,
Kami, anak-anakmu, sangat merindukanmu.