Buta



Jika kini kita tak mampu lagi melihat sebagaimana harusnya nurani melihat.

Tak mampu lagi memandang sebagaimana harusnya nurani memandang.

Mungkin inilah saatnya bagi kita bertanya,

buta mata atau hati?


...Sungguh bukan mata itu yang buta, tapi hati di dalam dada.. (Al Hajj:46)





Sebab Kesabaran Tak Hanya Teori



Mudah memang berbicara tentang sabar, namun kala ia benar-benar diperlukan kehadirannya, justru lebih sering kalah oleh emosi sebagai hasil reaksi kita atas aksi dari tindakan orang di sekitar kita. Demikianlah, kadang prasangkaan atau mungkin kesalahan memaknai rasa yang tak jarang membuat kita salah mengambil sikap. Akan ada banyak alasan yang bisa kita kemukakan, lantaran 'salah ambil sikap' yang dikuasai emosi, tapi justru jika dibiarkan berlarut-larut ia bisa berbuntut pada permasalahan panjang. Tak kunjung usai.

Pada akhirnya refleksi diri adalah hal terbaik, berkaca lagi, introspeksi diri. Sebab akan selalu ada seribu macam alasan yang mampu membenarkan sikap buruk kita. Tapi itu semua mampu dikalahkan oleh kepekaan hati. Bahwa jalan terbaik adalah mengusahakan damai pada diri, damai pada orang-orang di sekitar kita. Ya, tak perlu menyalahkah sana-sini lantas mencari pembenaran atas sikap kita. 




Permintaan maaf kita terhadap orang-orang yang mungkin kita sakiti akan membukakan kesadaran kita, tentang hakikat manusia yang penuh kealpaan. Namun dianugerahi Allah sikap saling maaf-memaafkan. Lalu saling menertawakan diri. Bahwa sungguh kita telah dewasa. Karenanya jangan kalah oleh sikap anak-anak yang sungguh mudah dan mampu bermaafan. Jika ada kesalahan, bermaafan lalu main bersama lagi. Tak ada tempat singgah untuk dendam. Biarkan ia hanya dalam bentuk lintasan hati yang segera kita enyahkan. Ya, sebab bukan disini tempatnya tinggal.

Jika sudah demikian, maka jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama. Kuatkan tekad, lalu mohon kekuatan kepada Yang Maha Kuat, mohon sikap lembut kepada Yang Maha Lembut. Sebab tiada daya dan upaya melainkan karena pertolongan Allah.

----




Sebuah refleksi diri, sebab sabar tak hanya teori. Tekad, kemauan dan praktikan. Tekad kita butuh suatu pengingat abadi, dan tulisan bisa menjadi sarana terbaik. Mengapa perlu ditulis? Sebab dengan tulisan, ia menegaskan kemauan kita, ia yang juga mengingatkan kita atas janji-janji kita pada diri. Janji untuk tidak melakukan kesalahan ini, atau untuk selalu mengusahakan tindakan itu. 

Ya, akhir-akhir ini seringkali tak bisa mengaplikasikan sabar dengan sebaik-baiknya. Padahal ini pernah menjadi tema dalam tulisan saya di salah satu media. Izinkan saya menuliskannya kembali sebagai pengingat dan penguat tekad.

---


Indonesia sebagai sebuah negara yang masyarakatnya heterogen, rasanya tak asing dengan berbagai perbedaaan yang akhirnya berujung pada kerusuhan. Sebut saja beberapa kasus yang akhir-akhir ini cukup banyak mengisi wajah surat kabar dan media elektronik kita. Kekerasan kini menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat kita dalam menyelesaikan berbagai masalah. Cukuplah berbagai kejadian tersebut menghentakkan kesadaran kita arti pentingnya pengelolaan diri melalui sabar. Tak perlu jauh-jauh mencari sebab yang berada jauh di luar kita, lalu lupa menyoroti diri lebih dalam. Sebab tak jarang dari hal yang paling dekat dan sederhanalah segala hal bermula.


“Bersabarlah dalam segala hal, namun yang terpenting adalah bersabar terhadap diri anda sendiri. Jangan sampai keberanian anda hilang karena anda menyadari ketidaksempurnaan anda, sebaliknya berpikirlah untuk memperbaikinya – setiap hari mulailah dengan hal baru.”
- St. Francis de Sales –






Fenomena yang terjadi saat ini sungguh tak lepas dari kurangnya kesabaran menghiasi hari-
hari kita. Bahkan setiap fase dalam hidup kita menuntut kesabaran. Kesabaran bukan hanya masalah  tahan menghadapi cobaan. Orang-orang besar dalam sejarah mebuktikan, bahwa kesabaran mereka jadikan tunggangan layaknya kendaraan yang mampu meghantarkan mereka menuju satu tujuan tertentu bernama kesuksesan. Sebut saja Sir Issac Newton, Thomas Alfa Eddisson, Abu Qosim Az-Zahrawi, dan Ibn al-Haitham, mereka melalui penemuan besarnya berhasil memberikan sumbangsih luar biasa dalam teknologi modern yang kesemuanya dicapai melalui manajemen diri bernama kesabaran.


“Jika saya berhasil membuat sebuah penemuan yang berharga, hal tersebut lebih merupakan hasil kesabaran saya dibandingkan dengan keahlian lain yang saya miliki.”
- Sir Isaac Newton –


Jika demikian, sungguh sabar menjadi begitu luas maknanya. Ia jelas bukan sekedar kepasrahan hati menerima keadaan dalam tiap episode hidup kita. Ia bahkan mampu menjadi sebuah kekuatan besar yang bukan hanya menjadi pilihan hidup, tapi layaknya nutrisi penting yang tak boleh tak ada. Keberadaanya menjadi sebuah keniscayaan. Karenanya, bolehlah kiranya kita membagi kesabaran dalam empat kategori: pertama, sabar dalam menghadapi musibah, kedua, sabar untuk tidak melakukan hal yang buruk di mata Tuhan maupun sesama manusia, ketiga sabar dalam menaati aturan hidup bermasyarakat dan beragama, dan terakhir sabar dalam usaha mencapai kesuksesan hidup yang mulia.


Sabar terhadap musibah yang menimpa adalah jenis kesabaran yang rasanya telah kita ketahui maknanya. Bahwa mengais hikmah dalam segala hal yang hadir adalah salah satu upaya yang mampu mewujudkan jenis kesabaran yang satu ini. Dan syukur adalah sisi mata uang lainnya yang bersisihan dengan kesabaran dalam menerima musibah, sehingga musibah menjadi lebih mudah diterima dan mampu membuat kaki tetap berpijak yakin. Kesabaran model kedua dan ketiga layaknya pagar dalam melindungi rumah, ia yang menjaga agar fase besar bernama kehidupan dapat berjalan secara berkesinambungan, harmonis dan nyaman. Karena tiap pribadi memiliki kepentingan yang tak selayaknya saling berbenturan dan berakhir dengan kekerasan. Terakhir, kesabaran yang mengiringi kegigihan dan tekad kuat kita, agar hidup tak hanya sekedar ini. Ada tujuan mulia yang hendak dicapai. Dan masing-masing kita punya nilai sendiri yang dijadikan patokan standar, tentang apa itu sukses dan bagaimana menjadi pribadi mulia.


Pengertian sabar yang lebih komprehensif membawa kita pada satu pemahaman baru. Bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, baik dalam lingkup kecil yang bersifat personal maupun lingkup yang lebih besar bernama masyarakat, tak salah rasanya bila kita kembali menengok lebih dalam, sudahkah manajemen bernama kesabaran itu kita hadirkan?


”Kesabaran tidak dapat diperoleh dalam waktu semalam. Membangun kesabaran sama halnya dengan membangun otot. Setiap hari anda harus mengusahakannya.”
- Eknath Easwaran -




Rumah Spesial




Inginkah kalian di dunia ini memiliki sebuah rumah?
Jika kita bicara tentang rumah, terlebih kota Jakarta yang apa-apa mahal, mestilah tidak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memperolehnya, kecuali dengan berhutang, kredit dengan bunga yang tidak bisa dibilang sedikit, pinjam tetangga kanan-kiri, depan-belakang, dan lain sebagainya. Tentu lain ceritanya bagi mereka yang beruntung bisa memilikinya secara gratisan karena warisan orang tua, hehe. 

Padahal, bagi mereka yang mengahabiskan waktunya jauh lebih banyak di luar rumah karena tuntutan pekerjaan, berapa jam sih yang secara rill dirasakan penghuni rumah untuk menikmati hasil jerih payahnya itu? Tak jarang kan rumah cuma sebagai tempat untuk tidur saja? Sesaat sekali, yang dirasa pun hanya beberapa saat sebelum terlelap dan esok harinya saat terbangun. Itupun jika Allah masih mengizinkan kita hidup kembali. Mungkin ini juga sebabnya setelah bangun tidur kita disunnahkan untuk berdoa yang artinya:

"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan dan kepadanya kami akan kembali"

Kembali ke soal rumah, jika demikian, jika boleh buat hitung-hitungan secara asal, bisa kita peroleh rumus sebagai berikut:

Rumah Sederhana setara dengan :
*Cicilan utang sejumlah hampir separuh gaji dikalikan belas hingga puluhan tahun, plus
*Kerja hampir sepenuh waktu (agar bisa bayar cicilan rumah tadi)

NB: Dinikmati saat weekend saja bonus kesempatan menikmatinya sesaat sebelum tidur

Hwaaaaa.... Gak sebanding banget ini mah namanya.
Nah, jika sedemikian besarnya usaha yang kita lakukan untuk bisa memiliki rumah sederhana di dunia, dengan pertimbangan ya itu tadi, sesaaat sekali bisa menikmatinya. Maka tidakkah kita tergugah untuk memperoleh rumah spesial yang satu ini?

Jadi, begini.... Allah swt menjanjikan akan membangunkan untuk kita sebuah rumah di syurga. Kalian dengar? Allah subhanahu wa ta'ala menjanjikan sebuah rumah bagi kita di syurga. Jelas rumah ini bukan sembarang rumah, rumah ini spesial luar biasa. Rumah terindah, terbaik, ternyaman, yang mungkin pernah kita bayangkan.



Sebab, rumah ini Allah yang membangunkan.
Allah, Tuhan Pemelihara langit dan bumi, Robb yang menciptakan segala macam keindahan alam yang menakjubkan di dunia ini, berjanji akan membangunkan untuk kita sebuah rumah di syurga.  Allahu Akbar. *.*

Jangan tanya luas dan bagusnya rumah yang Allah bangunkan buat kita, jangan tanya nyaman dan sejuknya, indah dan membahagiakannya.. Sebab ini semua Allah yang menyiapkan, bahan bakunya, propertinya, halamannya, pagarnya, kolamnya, huaa subhanallah.  Barakallah..

Tapi jelas ini semua tidak gratis, di dunia saja rumah sederhana demikian mahalnya, tapi ini tidak demikian. Ada hal sederhana yang bisa kita usahakan. Demi Allah sederhana sekali, hanya perlu kesungguhan kita, konsistensi dan baik sangka dalam menjalankan amalan yang satu ini. Apakah itu? Kalian siap mendengar penawaran ini?
Jeng.. jeng.....

Cukup dengan mengerjakan sholat sunnah rawatib 12 rakaat setiap harinya.

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata:  Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)

Subhanallah, ini jelas hitung-hitungan yang sangat menguntungkan, tidak seperti di dunia yang penuh kapitalisme, hitung-hitungan manusia banyak sekali yang dirasa tidak adil. Untuk yang satu ini berbeda, sebab ini adalah tawaran dari Allah, yang disampaikan melalui lisan Rasulullah saw.

Dan dalam riwayat At-Tirmizi dan An-Nasai, ditafsirkan ke-12 rakaat tersebut. Beliau bersabda:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR. At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)

Jika demikian tunggu apalagi, kawan..
Segera ambil penawaran menarik ini. Mulai sekarang jangan pernah tinggalkan 12 rakaat rawatib setiap harinya, yakni :
  1. Dua rakaat sebelum subuh (yang jelas lebih baik daripada dunia dan seisinya)
  2. Empat rakaat sebelum zuhur
  3. Dua rakaat setelah zuhur
  4. Dua rakaat setelah maghrib, dan
  5. Dua rakaat setelah isya
Jika muncul rasa malas itu, ingatlah rumah spesial di syurga yang Allah akan bangunkan bagi kita.. Sungguh mahal dan tak sebandingnya rumah di dunia yang kita usahakan dengan kerja keras dan pengorbanan, tapi hanya bisa dirasakan sesaat sekali. Padahal rumah di syurga jelas lebih berharga dan indah bukan? Juga lebih kekal dan tak berkesudahan.
Karena Maha Pemurahnya Allah, cukup hal sederhana yang perlu kita lakukan untuk rumah spesial kita di syurga..
12 rakaat sunnah rawatib..

Kalian percaya dengan hari berpulang bukan? Kelak kita akan kembali kesana, sungguh..
kampung akhirat. Jika tak mampu membeli rumah sederhana di dunia fana ini, ada rumah spesial di syurga yang menanti untuk kita tempati, kawan.. Mari mulai sekarang laksanakan dengan penuh kesyukuran dan keyakinan. 

Semoga Allah menggerakkan hati kita, untuk selalu berikhtiar demi kebahagiaan yang sesungguhnya, di kampung halaman kita nanti.
Akhirat!

Sungguh, Bahagia itu Sederhana



Setiap kita ingin selalu merasa bahagia.
Bahagia, yang hanya dapat dirasa oleh hati, sayangnya tak selalu bisa membersamai.
Padahal, bahagia itu sederhana sekali.


Tak jarang ia hadir dalam senyum dan sapa ramah sederhana, 
wajah-wajah ceria, serta sambutan hangat, 
yang sering kali luput kita rasa,
oleh karena memaknai hanya sebatas usaha "basa-basi"


Bukan, ini jelas bukanlah masalah kondisi di luar kita. 
Ini hanya perkara salah memaknai rasa.


Sungguh, terkadang bahagia sulit hadir karena kita yang tak hendak menyambutnya. 
Menutup pintu hati terlalu rapat, untuk sekedar menghargai.
Atau berusaha menghadirkan baik sangka yang hanya setengah hati.


Padahal sungguh, bahagia itu sederhana sekali,
Ia hanya masalah persepsi.
Sangkaan baik kita, kepada Robbul Izzati,
atas hidup yang kita jalani,
dan orang-orang yang membersamai kita.


Belumkah kau temukan ia?
Cobalah kau cari lebih teliti
Barang kali ia hanya bersembunyi dalam khusyuk sholatmu, 
dalam doa-doa tulusmu, 
dalam sujud-sujud panjangmu, 
dalam ikhtiarmu,
dalam tawamu,
atau bahkan tangismu


Jangan salah kawan, 
barangkali ia hanya ingin kita temukan..


ya, 
dalam iman di hatimu..


=00=
Percaya, Syukur dan Berbahagialah :)