Memimpikan Pekerjaan

Semasa kecil dulu, jika ditanya ingin jadi apa, saya selalu bisa menjawab dengan percaya diri: insinyur. Padahal semasa itu, saya pribadi tidak pernah mengenal apa profesi insinyur itu. Yang jelas saya berbangga, saat yang lain menjawab dengan profesi umum semacam dokter, polisi, atau guru. Saya menjadi yang berbeda diantara mereka.

Satu2nya yang saya ketahui tentang insinyur adalah seseorang yang pintar. Entah mengapa sejak kecil, saya selalu senang melihat orang yang tampil pintar. Setiap kali melihat sesosok orang berkacamata, pandai tampil di muka umum, entah untuk presentasi di depan kelas, atau hal semacam itu. Saya bisa sangat mengaguminya.

Waktu bergulir. Hingga pada saat hendak memilih jurusan kuliah saat tahun akhir SMA, terbersit keinginan baru. Menjadi wartawan dan menuliskan berita utk dibaca khalayak ramai. Fisip UI. Namun, keterbatasan kondisi membuat saya memilih jurusan matematika pada universitas yg sama. Saya mencintai matematika (saat itu). Maka pilihan saya tidak salah.

Takdir berkata lain, saya justru bersekolah di sebuah sekolah kedinasan. Akuntansi. Tidak pernah terbersit bahwa jurusan ini membawa saya pada mimpi saya dulu. Melakukan wawancara, meliput berita, menulis, dan mengedit naskah sdh saya rasakan kini. Persis. Sebagaimana dulu saya memimpikannya. Kok bisa? Barangkali istikharah adalah jawabannya.

Akan tetapi ada hal lain yg mulai mengusik mimpi saya kini. Hal ini dimulai pada masa2 kuliah dulu. Pada saat itu, saya berkesempatan untuk mengajar anak2 yang tinggal di sekitar komplek kos2an. Yang kami ajarkan adalah mengaji. Mulai dari pengenalan Alif-ba-ta, hingga Al Quran. Sesungguhnya saya tidak pernah tau sebelumnya bagaimana cara mengajar anak2. Gaduh dan sulit diatur. Itu yang terpikir.

Dan benar saja, setiap kali saya datang ke mushola, anak2 sibuk berlarian kesana sini. Ada yang kejar2an, pukul2 an, dan berbagai jenis kegiatan mengerikan lainnya. Saya sempat takut terjadi hal2 mengerikan saat saya mengajar mereka :(

Terdapat dua kelompok anak yang secara rutin saya kunjungi. Pertama, sekelompok anak laki2 di sekitar komplek kosan. Tempat belajar kami adalah halaman depan salah satu anak. Namun kami lebih sering belajar di lapangan komplek setelah maghrib. Sebab tidak mudah mencari tempat belajar yg memungkinkan. Akibatnya ada-ada saja yg kami alami saat proses belajar. Pernah satu kali, saat menunggu giliran menyetor hafalan, seorang anak memanjat tiang gawang bola. Hingga tiang tersebut jatuh dan menimpa anak tersebut. Subhaanallah. Saat itu saya betul2 khawatir. Jantung dagdigdug tidak karuan. Alhmdulillah sang anak baik2 saja. Hiks. Sempat terpikir apakah dengan saya mengajar lebih banyak manfaat atau mudharatnya :(

Tapi lama-kelamaan anak2 ini, bisa dengan mudah diatur. Mereka mulai bersikap manis. Setiap kali ba'da maghrib, mereka memanggil saya untuk mengaji, "kak farida... Kak farida.." Demi mendengar itu, saya bahagia sekaligus terharu. Tidak tega utk tidak menanggapi panggilan mereka.

Sementara pada kumpulan anak2 lain yang berjarak lebih jauh, kami sudah menggunakan mushola yang memungkinkan utk dipakai belajar. Tiap kali saya datang, sepanjang jalan anak2 sudah meneriaki saya, bergelayut manja, berebut salam atau sekadar dulu2an masuk mushola. Beberapa dr mereka bahkan sudah duduk manis. Terburu mengambil duduk paling depan, agar dpt giliran pertama mengaji. Demi melihat tingkah mereka, maka tiap esok ada kuis, tugas, atau hari hujan, rasa malas berangkat mengajar, dibayang2i oleh kekhawatiran adanya sekelompok anak yang menunggu kedatangan saya.

Sungguh pengalaman ini membuat saya berpikir ulang tentang apa pekerjaan impian saya. Sebuah pekerjaan yang bisa langsung menyentuh target, mengetahui keberartian kita bagi orang lain, adalah sesuatu yang memberikan rasa puas tersendiri. Terlebih, saat kita tau ada ilmu atau mungkin hal2 bermanfaat yang dapat kita bagi kepada orang lain. Ibu saya menjadi salah satu diantaranya.

Beliau adalah seorang guru agama di sekolah dasar yang alhamdulillaah sangat disayangi anak2 muridnya. Saya selalu berdoa untuk setiap ilmu yang Beliau ajarkan semoga menjadi amal jariah baginya. Pada titik ini, saya menyadari bahwa profesi guru bukan sesuatu yang biasa. Ada kepuasan yg Allah berikan saat di dunia. Dan ada balasan besar atas ilmu yang diajarkan, kelak di akhirat nanti. Amal yang terus menerus bertambah, setiap kali murid yang diajarkan mengamalkan dan memanfaatkannya dengan baik. Meski pada saat itu kita tak mampu lagi menambah amalan dr jerih kita sendiri.

Maka mimpi saya saat ini adalah menjadi pengajar, terutama dalam ilmu agama. Namun sayang sy tidak pernah belajar agama di sebuah lembaga pendidikan khusus. Maka sebelum itu, saya sangat ingin bs belajar di sebuah asrama pendidikan agama (pesantren?), hingga ke luar negeri macam Mesir, Saudi Arabia, dan negara2 Islam lain yang kaya akan ilmu syariat.

Dream Job (gambar dari sini)


Berbekal itu, saya bisa beramal melalui ilmu yang saya miliki. Kita boleh saja berharap bukan? Dan baru kali ini saya menuliskan mimpi saya dalam hal pekerjaan berkat tema arisan blog kali ini. Hehe.

Ada banyak mimpi2 lain yg ingin saya penuhi, seperti menerbitkan buku karya saya sendiri, hingga menjadi motivator islami. Yang membuat setiap orang dapat lebih mengenal Allah, lebih mengenal Islam, hingga menumbuh suburkan cintanya kepada Allah. Atau pengajar bahasa Quran seperti Nouman Ali Khan. Saya mengaguminya.

Berbekal dengan cinta, saya yakin apapun yang kita inginkan dalam hidup ini dapat dengan mudah diwujudkan. Dan menulis bisa menjadi penguat tekad. Mensyukuri pekerjaan saat ini, harus! Namun dengan tetap mengukir mimpi, mengapa tidak? Sebab Allah, sebaik2 penolong.

Siapa Bilang Gagal?

Pernah mencoba sesuatu yang baru, kemudian gagal? Saya pernah.
Kisah ini dimulai manakala adik saya terus menerus minta dibuatkan cheese cake. Pasalnya, saya pernah membuatkan dia satu loyang cheese cake no bake dan ternyata dia suka. Horree.. Padahal, itu kali pertama saya membuat kue dengan hanya berbekal nonton di yutub. *bangga

Oleh karena gak punya alat memanggang alias oven, saya mencari resep kue yang memang gak perlu dipanggang. Cukup otak atik bahan, lalu masukan ke dalam kulkas, beres. Siapa yang gak suka perpaduan menarik dari es krim dan kue: dingin-manis. Gak lama cheese cake no bake saya ludes dalam waktu singkat.


Cheese cake. Gambar dari sini

Nah, berbekal pengalaman pertama yang sukses jaya *ehm Maka sebagai seorang kakak yang baik, saya hendak memenuhi hasrat sang adik (lagi). Kali ini kue yang saya buat harus benar2 bertekstur kue pd umumnya: lembut luar dalam. Bukan hasil bentukan freezer. So, saya pun kembali mencari resep cheese cake. Alih-alih mengganti oven dengan alat lain, kali ini saya memanfaatkan magic com yang ada di rumah.

Sebagai informasi, magic com saya ini gak pernah dimanfaatkan selain untuk menanak nasi. Padahal, dia punya kemampuan multifungsi. Jadilah saya memanfaatkannya supaya lebih berfaedah (minjem istilah Mbak Yessi).

Tak hanya menjajal kemampuan magic com, tatkala hendak mencampurkan bahan, saya baru ingat bahwasanya mixer yang ada di rumah sudah dihibahkan ke kakak saya. Sebab, semenjak kepergian Ibu, saya dan saudara saya hampir tidak pernah lagi membuat kue. Sebab pengalaman membuat kue bersama ibu, selalu spesial. Dan tidak pernah lagi bisa seindah itu.

Baik. Selanjutnya mulai lah saya mendahului eksperimen saya dengan mengocok bahan menggunakan blender hihi. Pada step ini saja sudah terlihat benih2 kegagalan. :(

Namun demikian, saya masih yakin hasilnya tidak akan mengecewakan. Sebab magic com saya ini konon di iklan bagus pake banget. Saat hendak memanggang kue lewat magic com, saya baru menyadari bahwasanya buku manual alias buku petunjuknya entah disimpan di mana. Duh. Secara adonannya udah minta buru2 dipanggang. Walhasil, dengan ilmu perasaan ala perempuan saya pun mulai memanggang kue. Bismillaah.

Dari wanginya yaa, maasyaa Allaah. Wangiii banget..  Semua penghuni rumah sejurus kemudian ikut2an menunggu kue pertama hasil memanggang dengan magic com. Dalam hati kami msg2, seandainya eksperimen kali ini berhasil, besok2 kami akan sering2 bikin kue.

Saat itu, terbersit dalam hati saya, Duh.. Repot nih, bakal sering dimintain bikin kue. Hehe *dasar angin2an.

Entah krn Allah mendengarkan kegundahan hati saya yang terdalam. Atau memang takdir berkata demikian seharusnya. Akhirnya saya nekat mengangkat kue yg tak kunjung matang. Berkali2 sudah dipanaskan, buka, panaskan lagi. Yang ada rupa si kue berubah aneh. Bagian atas lembek, tapi bawahnya keras. Meninggalkan kerak yg susah dibersihkan. Wangi kue yg awalnya mengundang selera berubah jd wangi kegagalan akibat bau gosong.hiksss

Akhirnya si kue ini tetep nekat dimakan adik saya yang entah memang doyan ato mengasihani sang kakak yg sedari siang mondar-mandir memeriksa kue yg tak kunjung jadi. Meski pada akhirnya, bagian bawah kue yang tak layak makan saya paksakan makan. Secara yaa, malu ah buang2 makanan.

Namun, apa daya. Saya juga tidak sanggup menghabiskan. Bukan tak sayang pada makanan, tapi saya jauh lebih sayang pada keselamatan perut saya sekeluarga. Akhirnya, sisa2 kue yang masih agak banyak itu berakhir di tempat sampah. Hiks sedih bgt deh.

Meski kegagalan (katanya) adalah kesuksesan yang tertunda. Saya tidak lagi2 mencoba membuat kue di magic com. Meski harapan itu masih tersimpan di lubuk hati. Suatu hari nanti. Ya, suatu hari nanti...*tekad

Yah, boleh jadi ini adalah kegagalan, tapi saya justru menyadari satu hal. Bahwa meski usaha saya dalam membuat kue yang cantik, enak, dan layak makan, gagal. Namun, setidaknya saya tidak menyiakan harapan dan permintaan adik saya untuk membuat kue. Semoga kelak ia belajar, bahwa ada hal yg jauh lebih berharga ketimbang hasil, yaitu mengusahakan yg terbaik untuk orang2 yang kita cintai, meski saat itu kita berada dalam keterbatasan.

Untuk yg satu ini, Allah lebih berhak bukan?


---
Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah: 24)