“Ih, jangan pegang sembarangan, ya! Kita tuh bukan muhrim!!”
atau mungkin obrolan macam ini..
“mau ke mana, Bu?” tanya seorang anak,
“Ibu mau silaturahmi ke rumah Bu Tejo”, jawab sang ibu
atau.. yang lumrah diucapin para tetangga deket rumah saat lebaran atau idul fitri,
“Minal aidin wal faidzin, ye.. Mohon maaf lahir batin..”, kata si A
“sama-sama”, jawab si B
Hedeeeeeeh...-.-“
............................................................................................
Ups, emang apa yang salah dengan ketiga wacana di atas??
ketiga contoh di atas pastinya sudah sering kita dengar, diyakini dan dianggap benar, hingga akhirnya menjadi sesuatu yang lazim. Padahal ketiga kata dan kalimat di atas sesungguhnya telah salah dalam pemahaman makna hingga ia pun salah dalam penggunaannya.
Oke, kita bahas satu per satu ya...
# muhrim
Masyarakat luas seringkali menggunakan istilah muhrim untuk memaknai pihak-pihak yang dilarang untuk dinikahi.. Saya pun sempat mengalami kerancuan istilah ini.. Padahal jika makna ini yang dimaksud, maka kata yang tepat digunakan bukanlah muhrim, melainkan mahram.
Penjelasan terkait mahram kayak gini :
Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain, lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram. Maka, mereka yang tidak termasuk dalam mahram tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut.
Adapun mahram ini terbagi menjadi tiga kelompok:
- mahram karena nasab (keturunan),
- mahram karena penyusuan, dan
- mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. An Nisa:23)
Bagaimana dengan muhrim ?
Oouw.. ternyata makna muhrim yang sebenarnya ialah orang yang menjalankan ihram. >.<”
# silaturahmi
Selain muhrim, kata lain yang tak kalah populer dalam salah kaprah pemaknaan ialah silaturahmi. Tidak cuma dalam percakapan sehari-hari, bahkan beberapa spanduk, undangan acara, poster dkk juga telah menjadi korban salah makna dan salah guna ini. Ckckck...
Seperti yang kita ketahui, silaturahmi berasal dari bahasa Arab,
silah, bermakna menjalin
sementara rahmi artinya rasa sakit yang dialami ibu saat melahirkan!!
So, silaturahmi berarti :
penghubung uterus (tali pusar yg menghubungkan ibu dan anak). Nah..nah..
Jadi kata yang tepat apa nih??????
Yups, silaturahim...
oleh karena rahim berarti kasih sayang,
maka silaturahim bermakna menjalin hubungan kasih sayang. ^^
# minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin
Nah, yang satu ini udah jadi kata wajib saat hari raya Idul Fitri bahkan beberapa hari menjelang kedatangan hari bahagia itu. Gak cuma diucapkan rakyat jelata, tapi juga pejabat Negara, gak cuma ucapan masyarakat di kampung-kampung halaman tapi juga artis ibu kota. Dan gak cuma itu aja, televisi, radio, koran, ucapan di kartu-kartu lebaran, status facebook atau mungkin mereka yang rajin nge-tweets, semua mendukung dan ikut berkontribusi dalam kekhilafan ini...lho, lho..
Wait, sebenarnya apa sih yang salah?
Yang salah ialah saat kita berpikir atau jangan-jangan sudah diluar kepala menjawab dengan haqqul yaqin, saat ada yang nyeletuk,
“Minal aidin wal faidzin artinya..”, Tanya seorang tak dikenal, sebut saja bunga,
“Mohon maaf lahir batin!!!!” jawab banyak orang tanpa ragu apalagi malu.
“Masa gitu aja gak tau,” celetuk yang lain.
Gubrak!!
Sejujurnya, saya juga termasuk subjek pelaku salah kaprah ini,. Bagaimana tidak, ucapan wajib itu pun tanpa ragu dan malu saya ucapkan saat lebaran, meski sebenarnya dalam hati sering kali bertanya bener gak sih minal aidin wal faidzin artinya mohon maaf lahir dan batin?? Analisis bodoh waktu kecil pernah saya lakukan, teringat ustadz di TPA yang bilang bahwa jika wa diletakkan di awal kalimat, ia bermakna demi, tapi jika di tengah bermakna dan. Weits! berarti bener nih, minal aidin wal faidzin artinya mohon maaf lahir dan batin. Cocok! Yup, cocok salahnya!
Dalam makna sebenarnya, minal aidin wal faidzin secara harfiah berarti :
“termasuk orang-orang yang kembali (pada fitri) dan orang-orang yang meraih kemenangan”
So, kalimat “mohon maaf lahir batin” yang selalu menghantui kata “minal aidin wal faidzin” gak ada hubungan artinya sama sekali. Coba aja disatuin, maknanya jadi gak jelas :
termasuk orang-orang yang kembali (pada fitri) dan orang-orang yang meraih kemenangan, mohon maaf lahir dan batin.
Kalo gitu, sebaiknya saat idul fitri nanti kita ucapin apa ya?
Para sahabat Rasulullah SAW saat hari raya bila bertemu mengucapkan, “taqobbalallaahu minnaa wa minkum” yang artinya Semoga Allah menerima amal kami dan amal darimu. Kalimat ini oleh sahabat kadang ditambah dengan “shiyamana wa shiyamakum”, yang artinya puasa kami dan puasamu.
kalimat lengkapnya menjadi “taqobbalallaahu minnaa wa minkum, shiyamana wa shiyamakum” Semoga Allah menerima amal kami dan amal darimu, puasa kami dan puasamu.
Gitu loh, fren,, ^^
Segini dulu ya, semoga bermanfaat.
Wallahu’alam
0 comments:
Post a Comment